Talenta = Hutang?
Yang bener aja?!
Weiiittsss... sabar dulu... Coba buka dulu alkitab kita di Injil Matius 25 : 14 - 30
Di sana tertulis perumpamaan tentang talenta. Dan tertulis pula di ayat 14 dan 15 dengan jelas bahwa talenta kita hanyalah hasil pemberian Tuhan semata, dan jelas bukan milik kita.
Lalu apa hubungannya dengan hutang?
Nah mari kita lanjutkan lagi pembacaan alkitab kita. Tertulis pada ayat 19 bahwa sang Tuan kemudian mengadakan perhitungan dengan hamba-hambaNya. Dari sini dapat kita simpulkan, bahwa sebagaimana layaknya kita dipinjami sesuatu, kita harus pula mengembalikannya. Mirip dengan ketika kita berhutang, kita harus mengembalikannya dan bahkan terkadang, beserta dengan bunganya.
Kemudian, kalau kita lanjutkan pembacaan kita sampai ke ayat 24, ada hal yang menarik pada ayat tersebut.
Pada ayat tersebut hamba ke-3 menuduh bahwa sang Tuan adalah Tuan yang kejam, yang merampas kekayaan orang lain! Namun, benarkah begitu?
Merujuk ke ayat 26, ternyata si hambalah yang malas! Ia sudah tahu bahwa selayaknyalah jika ia mengelola kekayaan Tuannya yang dipercayakan kepadanya. Namun ia lebih memilih untuk menimbun kekayaan tuannya itu dan tidak mengembangkannya sama sekali.
Kembali ke pokok bahasan kita, sebenarnya, talenta / bakat kita bisa diibaratkan dengan kekayaan yang dipercayakan sang Tuan kepada hamba-hambanya untuk dikelola. Tuhan sama seperti sang Tuan dalam perumpamaan tersebut, tidak semata-mata melihat hasil yang diperoleh saja. Namun Tuhan lebih melihat ke dalam proses dan usaha kita untuk mengelola talenta kita.
Nah sekarang bagaimana tanggapan kita?
Akankah kita bersikap seperti si hamba yang malas? Yang tidak mau mengelola talenta yang sudah diberikan Tuannya?
Ataukah kita akan seperti hamba pertama? Yang dengan talenta yang besar, memperoleh hasil yang besar juga?
Lho? Hamba ke-2 ke mana?
Khusus hamba kedua, ada hal yang menarik darinya.
Ia sadar dan tahu bahwa ia tidak diberi talenta sebesar hamba pertama. Namun yang menarik adalah, ia tidak mempermasalahkan besar / kecilnya talenta yang diberikan tetapi tetap mau mengembangkan dan mengelolanya. Ia sadar bahwa ia tidak diberikan talenta yang terbaik, tapi ia tetap mau memberikan usaha yang terbaik.
Untuk menutup renungan ini saya ingin membagikan serangkaian kata-kata yang menurut saya menarik untuk direnungkan lebih lanjut.
Menjadi yang terbaik itu memang baik
Namun ingatlah: Di atas langit pasti masih ada langitJanganlah menghalalkan segala cara untuk mencapai yang terbaik
Melainkan lakukanlah saja yang terbaik yang bisa kamu lakukan saat ini
Dan biarkan Tuhan yang memberikan yang terbaik pada saatnya nanti :)
No comments:
Post a Comment