T'ringatku akan diriMu
Ingat indah cintaMu
T'ringatku akan hadirMu
T'ringat besar kasihMu
Setiap nafas yang Kau beri
Hanya ada namaMu
Teringat dan teringat s'lalu
Kau ada dan aku buktikan
T'rima kasih Tuhan
Cinta yang Kau beri untukku
Indahnya dunia
Tak akan ada bila tanpa
DiriMu dan ku teringat s'lalu
Besar kasihMu Tuhan di hidupku
Dan ku kan bersyukur s'lalu
by: dimissio
music & lyric: Krisna Purwa Atmaja
Sunday, September 30, 2012
Sunday, July 15, 2012
Murah Hati: Kepekaan Dilematis
Ketika mendengar kata murah hati apa yang terbayang dalam benak temen-teman sekalian? Orang yang suka mentraktir orang lain? Orang yang suka bersedekah? Orang yang suka menolong orang lain? Orang yang suka bagi-bagi berkat?
Bagaimana kalau kalimat-kalimat di atas sedikit diganti? Sebut saja bahwa orang yang murah hati itu adalah orang yang gampang dimanfaatkan. Waduh? Mulai pusing nih. Mau berbuat baik, bermurah hati, nolong orang, kok malah dibilang gampang dimanfaatkan?
Mari berpikir sedikit. Ketika orang yang kita bantu memang membutuhkan bantuan kita, bukannya hanya ingin ditolong karena malas, memang kita tidak bisa dibilang telah dimanfaatkan. Tetapi bagaimana kalau ternyata orang yang minta pertolongan itu hanya malas untuk melakukannya sendiri? "Sering-sering aja bung bantuin gue." Mungkin itulah yang ada dalam pikiran orang yang kita tolong.
Tapi kita kan nggak tau mana orang yang benar-benar butuh dan orang yang hanya malas. Memang sulit, tapi bukan mustahil, dan kuncinya adalah melatih kepekaan kita.
Apa hubungannya kepekaan dan mengetahui orang yang memang butuh bantuan? Segalanya! Ketika kita peka terhadap kondisi di sekeliling kita, tanpa berbicara sekalipun kita dapat mengetahui mana orang yang membutuhkan kita.
Tapi murah hati kan bukan cuma masalah menolong orang aja? Iya memang benar, murah hati bukan hanya masalah bantuan, tapi lebih dalam lagi, murah hati adalah sikap kita yang peka dan empatik terhadap kebutuhan orang lain. Dan tentu saja kebutuhan yang dimaksudkan di sini bukan hanya kebutuhan material, namun juga spiritual, dst.
Hal yang akan menjadi pokok renungan ini adalah bagaimana kita dapat menjadi murah hati. Bukan murah hati di mana kita membantu hanya sebagai "formalitas" maupun hanya karena takut atau diwajibkan. Namun murah hati di mana kita membantu seseorang atas dasar kepedulian dan empati kita. Dan oleh karena itu, kita harus melatih kepekaan kita.
Bayangkan ada seseorang yang sudah menjadi kaya raya setelah berjuang sedemikian keras dan sudah kenyang dengan kepahitan dunia. Kemudian ada seseorang miskin yang meminta bantuan kepadanya, tidak usah bilang 100 ribu, sebut saja ia hanya ingin pinjam 10 ribu untuk biaya makan sehari (di Jogja masih dapet). Kalau dipikir-pikir buat yang namanya orang kaya raya uang 10 ribu itu kan nggak seberapa. Tapi alih-alih memberi, sang orang kaya malah menceramahi si orang miskin untuk berusaha supaya bisa menjadi sekaya dirinya dan langsung ngeloyor tanpa memberikan uang sepeserpun.
Bagaimana perasaan teman-teman bila orang yang minta pinjaman itu adalah teman-teman sendiri? Kalau aku akan menggambarkan tindakan si orang kaya dengan ilustrasi berikut:
Ada seorang yang ingin bisa memancing (memancing ikan, bukan memancing masalah apalagi yang lain) mendatangi seseorang yang ahli memancing tanpa persiapan apa-apa (maklum masih pemula). Namun alih-alih memberi pancingan dan umpan serta mencontohkan cara memancing ikan, si ahli hanya memberi nasihat tentang bagaimana membuat pancingan serta umpan yang baik.
Pancingan sama umpannya sih dapet, tapi tetap saja orang itu nggak bisa memancing. Sama seperti kasus sebelumnya. Si orang miskin mungkin jadi paham kalau mau sukses harus kerja keras, tapi dia tidak mendapatkan sedikit uang untuk membeli makanan yang diperlukannya hari itu.
Boro-boro sukses, kemungkinan si peminta bisa mati kelaparan esoknya bahkan sebelum bisa memulai usaha dan bekerja keras. Ibarat ikan yang sudah dipancing, tidak dimakan tapi juga tidak dikembalikan lagi ke air. Mati sia-sia karena luka dari mata kail, tanpa arti.
Tapi teman-teman, kita juga tidak boleh membiarkan orang-orang seperti si orang kaya tadi. Kecenderungannya adalah mereka kurang peka terhadap orang lain, karena mereka sendiri tidak menerima perhatian yang cukup dari orang lain. Bukankah justru orang-orang seperti ini seharusnya kita tolong?
Bagaimana? Dilematis bukan? Siapa yang harus ditolong? Bagaimana menolongnya? Apakah layak mereka ditolong? Dan yang lebih penting lagi adalah, apakah kita mampu menolong mereka?
Bagaimana dan apa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas aku tidak bisa memberitahunya. Renungkanlah jawabannya dalam perjalanan hidup teman-teman. :)
Bagaimana kalau kalimat-kalimat di atas sedikit diganti? Sebut saja bahwa orang yang murah hati itu adalah orang yang gampang dimanfaatkan. Waduh? Mulai pusing nih. Mau berbuat baik, bermurah hati, nolong orang, kok malah dibilang gampang dimanfaatkan?
Mari berpikir sedikit. Ketika orang yang kita bantu memang membutuhkan bantuan kita, bukannya hanya ingin ditolong karena malas, memang kita tidak bisa dibilang telah dimanfaatkan. Tetapi bagaimana kalau ternyata orang yang minta pertolongan itu hanya malas untuk melakukannya sendiri? "Sering-sering aja bung bantuin gue." Mungkin itulah yang ada dalam pikiran orang yang kita tolong.
Tapi kita kan nggak tau mana orang yang benar-benar butuh dan orang yang hanya malas. Memang sulit, tapi bukan mustahil, dan kuncinya adalah melatih kepekaan kita.
Apa hubungannya kepekaan dan mengetahui orang yang memang butuh bantuan? Segalanya! Ketika kita peka terhadap kondisi di sekeliling kita, tanpa berbicara sekalipun kita dapat mengetahui mana orang yang membutuhkan kita.
Tapi murah hati kan bukan cuma masalah menolong orang aja? Iya memang benar, murah hati bukan hanya masalah bantuan, tapi lebih dalam lagi, murah hati adalah sikap kita yang peka dan empatik terhadap kebutuhan orang lain. Dan tentu saja kebutuhan yang dimaksudkan di sini bukan hanya kebutuhan material, namun juga spiritual, dst.
Hal yang akan menjadi pokok renungan ini adalah bagaimana kita dapat menjadi murah hati. Bukan murah hati di mana kita membantu hanya sebagai "formalitas" maupun hanya karena takut atau diwajibkan. Namun murah hati di mana kita membantu seseorang atas dasar kepedulian dan empati kita. Dan oleh karena itu, kita harus melatih kepekaan kita.
Bayangkan ada seseorang yang sudah menjadi kaya raya setelah berjuang sedemikian keras dan sudah kenyang dengan kepahitan dunia. Kemudian ada seseorang miskin yang meminta bantuan kepadanya, tidak usah bilang 100 ribu, sebut saja ia hanya ingin pinjam 10 ribu untuk biaya makan sehari (di Jogja masih dapet). Kalau dipikir-pikir buat yang namanya orang kaya raya uang 10 ribu itu kan nggak seberapa. Tapi alih-alih memberi, sang orang kaya malah menceramahi si orang miskin untuk berusaha supaya bisa menjadi sekaya dirinya dan langsung ngeloyor tanpa memberikan uang sepeserpun.
Bagaimana perasaan teman-teman bila orang yang minta pinjaman itu adalah teman-teman sendiri? Kalau aku akan menggambarkan tindakan si orang kaya dengan ilustrasi berikut:
Ada seorang yang ingin bisa memancing (memancing ikan, bukan memancing masalah apalagi yang lain) mendatangi seseorang yang ahli memancing tanpa persiapan apa-apa (maklum masih pemula). Namun alih-alih memberi pancingan dan umpan serta mencontohkan cara memancing ikan, si ahli hanya memberi nasihat tentang bagaimana membuat pancingan serta umpan yang baik.
Pancingan sama umpannya sih dapet, tapi tetap saja orang itu nggak bisa memancing. Sama seperti kasus sebelumnya. Si orang miskin mungkin jadi paham kalau mau sukses harus kerja keras, tapi dia tidak mendapatkan sedikit uang untuk membeli makanan yang diperlukannya hari itu.
Boro-boro sukses, kemungkinan si peminta bisa mati kelaparan esoknya bahkan sebelum bisa memulai usaha dan bekerja keras. Ibarat ikan yang sudah dipancing, tidak dimakan tapi juga tidak dikembalikan lagi ke air. Mati sia-sia karena luka dari mata kail, tanpa arti.
Tapi teman-teman, kita juga tidak boleh membiarkan orang-orang seperti si orang kaya tadi. Kecenderungannya adalah mereka kurang peka terhadap orang lain, karena mereka sendiri tidak menerima perhatian yang cukup dari orang lain. Bukankah justru orang-orang seperti ini seharusnya kita tolong?
Bagaimana? Dilematis bukan? Siapa yang harus ditolong? Bagaimana menolongnya? Apakah layak mereka ditolong? Dan yang lebih penting lagi adalah, apakah kita mampu menolong mereka?
Bagaimana dan apa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas aku tidak bisa memberitahunya. Renungkanlah jawabannya dalam perjalanan hidup teman-teman. :)
Monday, June 4, 2012
ASUS A44H i3 – 2330M: Kuliah dan Pacaran Nggak Pake Lemot!
Ini dia notebook yang dicari-cari para
pelajar! Serba cepat, gpl (nggak pake lama)! Didukung dengan fitur instant on
dari ASUS, notebook ini pas banget buat seluruh civitas akademika! Tinggal buka
laptop, pencet tombol power, cling! Dalam 2 detik langsung deh si cepat nan
anggun ini hidup.
Wuih.. canggih bener, tapi emang apa
keuntungannya? Kan cuma lebih cepat hidupnya? Apa pengaruhnya? Weits.. jangan
salah, keuntungannya banyak banget!
Misalnya nih, temen-temen kelupaan klo hari
ini ada deadline tugas! “Uwaa!! Oh no! Deadline tinggal 1 jam!” Tenang dulu
teman-teman, si cepat A44H siap membantu. Tinggal buka, pencet tombol power,
tada! Dalam 2 detik hiduplah si laptop dan tugas siap dikerjakan! Eh tapi
jangan copas (copy-paste) ya, hehehe.
Lalu apa lagi? Kali ini kita ambil contoh
dari temen-temen yang LDR alias pacaran jarak jauh. Pasti pernah kan
temen-temen merasa kangen banget, pengen banget liat muka sang kekasih hati,
ngebet banget pengen denger suara si dia (peringatan: bukan curhat penulis ya
:p). Solusinya? Webcam dong pastinya!
Tapi kalian ternyata terpisahkan oleh sang
waktu yang berbeda lebih dari 6 jam! Wah gawat nih, jadwalnya kan pasti jadi
beda. Dia baru bangun, aku lagi kuliah / sekolah. Aku udah nganggur, giliran si
dia yang ada kuliah / sekolah (peringatan: sekali lagi, ini bukan curhat).
Belum lagi kegiatan-kegiatan lain di luar pelajaran, kan susah banget tuh
pengen ketemu walaupun cuma via webcam. Sedih banget nggak sih?
Ternyata suatu hari ada sms masuk, “Yang,
bisa webcaman sekarang nggak?” Eureka! Akhirnya waktu “ketemu” yang
dinanti-nanti datang juga! Pastinya udah ngebet banget kan pengen cepet-cepet
webcaman? Tapi apa daya klo si laptop itu lemot banget?
Ge – re – ge – tan! (peringatan: bukan lagi
promosi lagu ya) Apalagi kalau begitu selesai loading, login, dan segala macam
saudaranya itu sudah selesai ditempuh, si pacar sms “Yang, maaf ya, aku mau
ngerjain tugas aja. Habisnya kamu kelamaan sih..” krek.. krek.. (suara hati
yang retak), lewat sedetik dan.. NOOOOO!!!
Nah untuk menghindari hal-hal seperti itu,
ASUS A44H datang untuk menolong anda! Sedikit flashback ke waktu kita mau
ngidupin notebook nih, lalu notebooknya kita ganti dengan si cepat ASUS A44H.
Cling! dalam 2 detik si notebook udah hidup bung! Tinggal buka aplikasi, login,
dst dan happy chatting!
Wah, hebat bener ya? Tapi garansinya
gimana? Tenang saja teman-teman, ASUS juga menyediakan garansi global 2 tahun
GRATIS biaya service dan sparepart di lebih dari 50 negara di seluruh dunia!
Tentunya termasuk di Indonesia dong, dan sekali lagi, semuanya yang berkaitan
dengan biaya service dan sparepart itu gratis.. tis.. tis.. untuk jangka waktu
dua tahun! Di bawah ini adalah keterangan tentang garansi yang diberikan oleh
ASUS:
Wah, kok enak banget ya? Udah cepet,
desainnya juga keren, garansinya juga mantap! Nah udah tau kan keuntungan apa
aja yang bisa temen-temen dapet dengan memiliki notebook ASUS A44H? so, tunggu
apa lagi? Langsung aja diborong temen-temen! Keburu kehabisan lho!
NB:
Bagi temen-temen yang mau tau lebih lanjut tentang notebook seri A44H ini silahkan kunjungi link berikut: http://goo.gl/BHTNK atau http://id.asus.com/Notebooks/Versatile_Performance/X44H/ :D
NB:
Bagi temen-temen yang mau tau lebih lanjut tentang notebook seri A44H ini silahkan kunjungi link berikut: http://goo.gl/BHTNK atau http://id.asus.com/Notebooks/Versatile_Performance/X44H/ :D
Friday, May 11, 2012
Eksklusif vs Inklusif : Kerapuhan, Arogansi, dan Individualisme
Halo temen-temen pembaca sekalian.
Setelah sekian lama nggak posting, akhirnya hari ini aku punya waktu buat posting lagi!
Yuk langsung aja kita masuk ke perenungan...
Topik renungan kali ini diangkat dari kitab Yunus. Adakah di antara para pembaca sekalian yang belum pernah mendengar kisah tentang nabi Yunus? Itu lho, yang pernah berkemah di dalam perut paus... (?)
Yah back to topic, Yunus itu seorang Israel. Disuruh Tuhan untuk memberitakan PERINGATAN kepada bangsa Asyur, yang dulunya pernah menghancurkan bangsa Israel. Terang aja Yunus nggak mau.
Eh tapi kenapa Yunus nggak mau ya? Karena takut? Ternyata bukan cuma itu lho teman-teman...
Usut punya usut ternyata sikap Yunus itu nggak beda jauh dengan sikap eksklusif manusia pada jaman sekarang. Lha kok bisa?
Begini teman-teman, agaknya Yunus menyimpan dendam pada bangsa Asyur. Buktinya? Coba buka kitab Yunus pasal 3 : 4, di sana tertulis bahwa Yunus berteriak mengancam orang-orang Niniwe. Demikian bunyinya: "Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan."
Lalu? Apanya yang salah? Bukannya itu memang perintah Tuhan?
Weits... coba kita flash back sebentar, bukalah kitab Yunus pasal 1 : 2. Di situ tertulis bahwa Tuhan berfirman, "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku."
Kayanya nggak ada yang salah deh? Yunus kan menjalankan tugasnya sesuai perintah Tuhan.
Eh tunggu dulu... coba bandingkan nada yang terkandung dalam firman Tuhan dan kata-kata Yunus. Firman Tuhan itu hanya sekedar memperingatkan lho teman-teman. Sedangkan kata-kata Yunus? Hukuman! Ya, yang diberitakan Yunus adalah berita bahwa Niniwe akan dihukum oleh Tuhan! Padahal, kalau kita perhatikan, Tuhan tidak pernah berkata akan menghukum Niniwe lo..
Lalu apa yang terjadi? Ternyata Tuhan mengampuni orang-orang Niniwe. Bagaimana reaksi Yunus? Mutung! Iya teman-teman, Yunus mutung karena Tuhan memilih untuk mengampuni orang-orang Niniwe yang adalah bangsa Asyur, yang notabene musuh bangsa Israel.
Coba kita telaah pelan-pelan. Yunus adalah seorang Israel, umat pilihan Allah. Ia diperintah untuk memperingatkan orang-orang Niniwe yang adalah musuh orang Israel, tetapi alih-alih memperingatkan, Yunus malah memberitakan bahwa Tuhan akan menghukum Niniwe.
Atas dasar apa? Kenapa Yunus dengan "kreatifnya" mengubah isi firman Tuhan? Karena ia merasa dirinya eksklusif. Karena ia merasa dirinya lebih disayang oleh Tuhan. Karena ia merasa bahwa Tuhan hanya menyayangi bangsa Israel yang merupakan umat pilihan. Yunus mungkin merasa, bahwa kasih Tuhan adalah hak eksklusif yang hanya dapat dimiliki oleh bangsa Israel.
Alhasil ketika Tuhan mengampuni bangsa Israel, Yunus mutung karena ia merasa Tuhan menduakan bangsa Israel, bahwa Tuhan ternyata lebih menyayangi orang-orang Niniwe. Padahal, apakah benar Tuhan itu seperti yang dipikirkan Yunus? Bukankah kasih Tuhan adalah hak segala umat manusia?
Teman-teman, hari ini kita mau belajar dari sikap eksklusif Yunus. Apakah kita masih sering merasa bahwa Tuhan itu milik kita seorang?
Mungkin ketika kita bersama teman-teman yang sepaham dengan kita, kita bisa "berbagi" Tuhan dengan mereka. Tapi, bisakah kita berbuat demikian? Ketika bukan berhadapan dengan teman, namun dengan orang yang kita anggap musuh? Yang padanya kita menyimpan dendam dan iri hati? Masihkah kita sering berpikir, biar Tuhan saja yang menghukumnya? APA YANG HARUS TUHAN HUKUM?!
Terkadang teman-teman, kita lupa bahwa Tuhan mengasihi semua makhluk hidup. Bahwa Tuhan bukan hanya milik kita. Bahwa Tuhan adalah KASIH, dan bahwa di dalam KASIH tidak ada lagi penghukuman, melainkan pengampunan.
Teman-teman, sikap eksklusif seringkali membuat kelompok tertentu terlihat kuat dan menonjol. Tapi kita perlu melihat juga, bahwa seekor KEONG mempunyai cangkang yang keras karena tubuh bagian dalamnya lemah. Bahwa seseorang yang hidup dengan membangun tembok-tembok pemisah di sekelilingnya, sebenarnya adalah seorang yang lemah, namun berpura-pura kuat.
Sikap eksklusif mungkin membuat seseorang tampak "wah" di luar, tapi di balik itu justru tersimpan kerapuhan. Lebih parahnya bila untuk menutupi kerapuhan itu, kita mulai bersikap individualis dan arogan. Yang penting adalah aku dan aku tidak pernah salah.
Buatlah pilihanmu teman-teman.
Seekor keong akan mati kelaparan bila ia memutuskan untuk diam saja dan tidak memberanikan diri untuk mengeluarkan bagian tubuhnya yang lemah dari dalam cangkangnya.
Seekor ulat tidak akan pernah menjadi seekor kupu-kupu yang indah bila ia tetap berlindung di balik kepompongnya.
Seekor anak burung tidak akan pernah terlahir bila ia tidak mau berusaha keluar dari dalam cangkang telurnya.
Karena keindahan dunia hanya dapat terlihat ketika kita berani untuk keluar dari "cangkang-cangkang" pribadi kita :)
Setelah sekian lama nggak posting, akhirnya hari ini aku punya waktu buat posting lagi!
Yuk langsung aja kita masuk ke perenungan...
Topik renungan kali ini diangkat dari kitab Yunus. Adakah di antara para pembaca sekalian yang belum pernah mendengar kisah tentang nabi Yunus? Itu lho, yang pernah berkemah di dalam perut paus... (?)
Yah back to topic, Yunus itu seorang Israel. Disuruh Tuhan untuk memberitakan PERINGATAN kepada bangsa Asyur, yang dulunya pernah menghancurkan bangsa Israel. Terang aja Yunus nggak mau.
Eh tapi kenapa Yunus nggak mau ya? Karena takut? Ternyata bukan cuma itu lho teman-teman...
Usut punya usut ternyata sikap Yunus itu nggak beda jauh dengan sikap eksklusif manusia pada jaman sekarang. Lha kok bisa?
Begini teman-teman, agaknya Yunus menyimpan dendam pada bangsa Asyur. Buktinya? Coba buka kitab Yunus pasal 3 : 4, di sana tertulis bahwa Yunus berteriak mengancam orang-orang Niniwe. Demikian bunyinya: "Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan."
Lalu? Apanya yang salah? Bukannya itu memang perintah Tuhan?
Weits... coba kita flash back sebentar, bukalah kitab Yunus pasal 1 : 2. Di situ tertulis bahwa Tuhan berfirman, "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku."
Kayanya nggak ada yang salah deh? Yunus kan menjalankan tugasnya sesuai perintah Tuhan.
Eh tunggu dulu... coba bandingkan nada yang terkandung dalam firman Tuhan dan kata-kata Yunus. Firman Tuhan itu hanya sekedar memperingatkan lho teman-teman. Sedangkan kata-kata Yunus? Hukuman! Ya, yang diberitakan Yunus adalah berita bahwa Niniwe akan dihukum oleh Tuhan! Padahal, kalau kita perhatikan, Tuhan tidak pernah berkata akan menghukum Niniwe lo..
Lalu apa yang terjadi? Ternyata Tuhan mengampuni orang-orang Niniwe. Bagaimana reaksi Yunus? Mutung! Iya teman-teman, Yunus mutung karena Tuhan memilih untuk mengampuni orang-orang Niniwe yang adalah bangsa Asyur, yang notabene musuh bangsa Israel.
Coba kita telaah pelan-pelan. Yunus adalah seorang Israel, umat pilihan Allah. Ia diperintah untuk memperingatkan orang-orang Niniwe yang adalah musuh orang Israel, tetapi alih-alih memperingatkan, Yunus malah memberitakan bahwa Tuhan akan menghukum Niniwe.
Atas dasar apa? Kenapa Yunus dengan "kreatifnya" mengubah isi firman Tuhan? Karena ia merasa dirinya eksklusif. Karena ia merasa dirinya lebih disayang oleh Tuhan. Karena ia merasa bahwa Tuhan hanya menyayangi bangsa Israel yang merupakan umat pilihan. Yunus mungkin merasa, bahwa kasih Tuhan adalah hak eksklusif yang hanya dapat dimiliki oleh bangsa Israel.
Alhasil ketika Tuhan mengampuni bangsa Israel, Yunus mutung karena ia merasa Tuhan menduakan bangsa Israel, bahwa Tuhan ternyata lebih menyayangi orang-orang Niniwe. Padahal, apakah benar Tuhan itu seperti yang dipikirkan Yunus? Bukankah kasih Tuhan adalah hak segala umat manusia?
Teman-teman, hari ini kita mau belajar dari sikap eksklusif Yunus. Apakah kita masih sering merasa bahwa Tuhan itu milik kita seorang?
Mungkin ketika kita bersama teman-teman yang sepaham dengan kita, kita bisa "berbagi" Tuhan dengan mereka. Tapi, bisakah kita berbuat demikian? Ketika bukan berhadapan dengan teman, namun dengan orang yang kita anggap musuh? Yang padanya kita menyimpan dendam dan iri hati? Masihkah kita sering berpikir, biar Tuhan saja yang menghukumnya? APA YANG HARUS TUHAN HUKUM?!
Terkadang teman-teman, kita lupa bahwa Tuhan mengasihi semua makhluk hidup. Bahwa Tuhan bukan hanya milik kita. Bahwa Tuhan adalah KASIH, dan bahwa di dalam KASIH tidak ada lagi penghukuman, melainkan pengampunan.
Teman-teman, sikap eksklusif seringkali membuat kelompok tertentu terlihat kuat dan menonjol. Tapi kita perlu melihat juga, bahwa seekor KEONG mempunyai cangkang yang keras karena tubuh bagian dalamnya lemah. Bahwa seseorang yang hidup dengan membangun tembok-tembok pemisah di sekelilingnya, sebenarnya adalah seorang yang lemah, namun berpura-pura kuat.
Sikap eksklusif mungkin membuat seseorang tampak "wah" di luar, tapi di balik itu justru tersimpan kerapuhan. Lebih parahnya bila untuk menutupi kerapuhan itu, kita mulai bersikap individualis dan arogan. Yang penting adalah aku dan aku tidak pernah salah.
Buatlah pilihanmu teman-teman.
Seekor keong akan mati kelaparan bila ia memutuskan untuk diam saja dan tidak memberanikan diri untuk mengeluarkan bagian tubuhnya yang lemah dari dalam cangkangnya.
Seekor ulat tidak akan pernah menjadi seekor kupu-kupu yang indah bila ia tetap berlindung di balik kepompongnya.
Seekor anak burung tidak akan pernah terlahir bila ia tidak mau berusaha keluar dari dalam cangkang telurnya.
Karena keindahan dunia hanya dapat terlihat ketika kita berani untuk keluar dari "cangkang-cangkang" pribadi kita :)
Saturday, March 31, 2012
I wanted to tell you
I wanted to tell you
How I think of you every morning I wake up
How I fix my texts dozens of times before I message them to you
How I save every text I received from you
How I purposely take a detour to take the same route as you do
How I memorize the lyric of all your favorite songs
I wanted to tell you
all those small things
one by one..
How I think of you every morning I wake up
How I fix my texts dozens of times before I message them to you
How I save every text I received from you
How I purposely take a detour to take the same route as you do
How I memorize the lyric of all your favorite songs
I wanted to tell you
all those small things
one by one..
Monday, March 26, 2012
0.2% buruk ataukah 99.8% baik?
Suatu ketika ada seorang tukang bangunan yang mendirikan sebuah tembok. Sebulan kemudian, berdirilah sebuah tembok setinggi 4 meter di hadapannya. Dia sedang mengagumi hasil karyanya ketika tiba-tiba matanya tertuju pada dua buah bata yang telah keliru disusun, jelek sekali pikirnya. Padahal, semennya sudah keras. Sang tukang pun jadi kesal.
Sejak saat itu, dia sangat benci melihat tembok tersebut. Dua buah batu bata yang miring tersebut telah mempengaruhi keseluruhan tembok. Sampai suatu hari, ada yg melewati tembok tersebut dan berkomentar, "Betapa indahnya tembok ini." Sang tukang kontan saja terkejut, "Pak, apakah penglihatan anda terganggu? Tidakkah anda melihat 2 batu bata jelek di tembok itu ?"
Orang itu berkata , "Ya, saya melihat dua buah batu bata yang jelek itu, namun saya juga melihat 998 batu bata yang disusun dengan baik".
Dalam kehidupan ini, kita sering memutuskan suatu masalah hanya dengan memvonis kesalahan, tanpa mengabaikan kebaikan-kebaikan yg pernah ada. Mata hanya terfokus pada kekeliruan, teman yang telah berhubungan baik selama puluhan tahun jadi musuh hanya perdebatan sehari. Kekasih yang sudah tahunan mendampingi, harus berpisah hanya karena bertengkar sehari.
Kita hanya melihat yg jelek. Kenyataannya, jauh lebih
banyak yang bagus.
Maafkanlah, meski kadang tidak sepaham.
Memberi damai
berarti juga menimbulkan damai bagi diri sendiri.
Friday, March 16, 2012
Talenta: Hutang yang Harus Dibayarkan?
Talenta = Hutang?
Yang bener aja?!
Weiiittsss... sabar dulu... Coba buka dulu alkitab kita di Injil Matius 25 : 14 - 30
Di sana tertulis perumpamaan tentang talenta. Dan tertulis pula di ayat 14 dan 15 dengan jelas bahwa talenta kita hanyalah hasil pemberian Tuhan semata, dan jelas bukan milik kita.
Lalu apa hubungannya dengan hutang?
Nah mari kita lanjutkan lagi pembacaan alkitab kita. Tertulis pada ayat 19 bahwa sang Tuan kemudian mengadakan perhitungan dengan hamba-hambaNya. Dari sini dapat kita simpulkan, bahwa sebagaimana layaknya kita dipinjami sesuatu, kita harus pula mengembalikannya. Mirip dengan ketika kita berhutang, kita harus mengembalikannya dan bahkan terkadang, beserta dengan bunganya.
Kemudian, kalau kita lanjutkan pembacaan kita sampai ke ayat 24, ada hal yang menarik pada ayat tersebut.
Pada ayat tersebut hamba ke-3 menuduh bahwa sang Tuan adalah Tuan yang kejam, yang merampas kekayaan orang lain! Namun, benarkah begitu?
Merujuk ke ayat 26, ternyata si hambalah yang malas! Ia sudah tahu bahwa selayaknyalah jika ia mengelola kekayaan Tuannya yang dipercayakan kepadanya. Namun ia lebih memilih untuk menimbun kekayaan tuannya itu dan tidak mengembangkannya sama sekali.
Kembali ke pokok bahasan kita, sebenarnya, talenta / bakat kita bisa diibaratkan dengan kekayaan yang dipercayakan sang Tuan kepada hamba-hambanya untuk dikelola. Tuhan sama seperti sang Tuan dalam perumpamaan tersebut, tidak semata-mata melihat hasil yang diperoleh saja. Namun Tuhan lebih melihat ke dalam proses dan usaha kita untuk mengelola talenta kita.
Nah sekarang bagaimana tanggapan kita?
Akankah kita bersikap seperti si hamba yang malas? Yang tidak mau mengelola talenta yang sudah diberikan Tuannya?
Ataukah kita akan seperti hamba pertama? Yang dengan talenta yang besar, memperoleh hasil yang besar juga?
Lho? Hamba ke-2 ke mana?
Khusus hamba kedua, ada hal yang menarik darinya.
Ia sadar dan tahu bahwa ia tidak diberi talenta sebesar hamba pertama. Namun yang menarik adalah, ia tidak mempermasalahkan besar / kecilnya talenta yang diberikan tetapi tetap mau mengembangkan dan mengelolanya. Ia sadar bahwa ia tidak diberikan talenta yang terbaik, tapi ia tetap mau memberikan usaha yang terbaik.
Untuk menutup renungan ini saya ingin membagikan serangkaian kata-kata yang menurut saya menarik untuk direnungkan lebih lanjut.
Menjadi yang terbaik itu memang baik
Namun ingatlah: Di atas langit pasti masih ada langitJanganlah menghalalkan segala cara untuk mencapai yang terbaik
Melainkan lakukanlah saja yang terbaik yang bisa kamu lakukan saat ini
Dan biarkan Tuhan yang memberikan yang terbaik pada saatnya nanti :)
Yang bener aja?!
Weiiittsss... sabar dulu... Coba buka dulu alkitab kita di Injil Matius 25 : 14 - 30
Di sana tertulis perumpamaan tentang talenta. Dan tertulis pula di ayat 14 dan 15 dengan jelas bahwa talenta kita hanyalah hasil pemberian Tuhan semata, dan jelas bukan milik kita.
Lalu apa hubungannya dengan hutang?
Nah mari kita lanjutkan lagi pembacaan alkitab kita. Tertulis pada ayat 19 bahwa sang Tuan kemudian mengadakan perhitungan dengan hamba-hambaNya. Dari sini dapat kita simpulkan, bahwa sebagaimana layaknya kita dipinjami sesuatu, kita harus pula mengembalikannya. Mirip dengan ketika kita berhutang, kita harus mengembalikannya dan bahkan terkadang, beserta dengan bunganya.
Kemudian, kalau kita lanjutkan pembacaan kita sampai ke ayat 24, ada hal yang menarik pada ayat tersebut.
Pada ayat tersebut hamba ke-3 menuduh bahwa sang Tuan adalah Tuan yang kejam, yang merampas kekayaan orang lain! Namun, benarkah begitu?
Merujuk ke ayat 26, ternyata si hambalah yang malas! Ia sudah tahu bahwa selayaknyalah jika ia mengelola kekayaan Tuannya yang dipercayakan kepadanya. Namun ia lebih memilih untuk menimbun kekayaan tuannya itu dan tidak mengembangkannya sama sekali.
Kembali ke pokok bahasan kita, sebenarnya, talenta / bakat kita bisa diibaratkan dengan kekayaan yang dipercayakan sang Tuan kepada hamba-hambanya untuk dikelola. Tuhan sama seperti sang Tuan dalam perumpamaan tersebut, tidak semata-mata melihat hasil yang diperoleh saja. Namun Tuhan lebih melihat ke dalam proses dan usaha kita untuk mengelola talenta kita.
Nah sekarang bagaimana tanggapan kita?
Akankah kita bersikap seperti si hamba yang malas? Yang tidak mau mengelola talenta yang sudah diberikan Tuannya?
Ataukah kita akan seperti hamba pertama? Yang dengan talenta yang besar, memperoleh hasil yang besar juga?
Lho? Hamba ke-2 ke mana?
Khusus hamba kedua, ada hal yang menarik darinya.
Ia sadar dan tahu bahwa ia tidak diberi talenta sebesar hamba pertama. Namun yang menarik adalah, ia tidak mempermasalahkan besar / kecilnya talenta yang diberikan tetapi tetap mau mengembangkan dan mengelolanya. Ia sadar bahwa ia tidak diberikan talenta yang terbaik, tapi ia tetap mau memberikan usaha yang terbaik.
Untuk menutup renungan ini saya ingin membagikan serangkaian kata-kata yang menurut saya menarik untuk direnungkan lebih lanjut.
Menjadi yang terbaik itu memang baik
Namun ingatlah: Di atas langit pasti masih ada langitJanganlah menghalalkan segala cara untuk mencapai yang terbaik
Melainkan lakukanlah saja yang terbaik yang bisa kamu lakukan saat ini
Dan biarkan Tuhan yang memberikan yang terbaik pada saatnya nanti :)
Saturday, March 10, 2012
Kelemahan: Duri Dalam Daging yang Menguatkan
Ketika mendengar kata kelemahan, apa sih yang terlintas di pikiran kita? Sesuatu yang negatif? Ya, mungkin itulah persepsi "default" kita tentang kelemahan.
Namun apakah selamanya begitu? Kelemahan = negatif?
Ketika mendengar nama Saulus, kesan apa yang anda dapatkan?
Kemudian ketika mendengar nama Paulus? Sosok seperti apakah yang anda bayangkan?
Contoh ini menggambarkan bahwa untuk orang yang sama saja, dengan nama yang berbeda, dapat membuat kesan yang berbeda pula. Sadarkah kita bahwa kita kadang tidak adil? Menghakimi sesuatu hanya dari satu sisi?
Sama halnya dengan cara kita memandang kelemahan. Adilkah ketika kita hanya melihat kelemahan sebagai sesuatu yang negatif? Dan yang lebih penting lagi, mampukah kita memandang kelemahan sebagai sesuatu yang positif?
Sekarang cobalah anda memikirkan kelemahan anda masing-masing. Catat dan renungkan, kita akan menggunkannya lagi nanti.
Marilah kita kembali ke kisah rasul Paulus, beliau memiliki sebuah nasehat yang sangat baik dalam hal memandang kelemahan kita. Mari kita buka alkitab kita pada 2 korintus 12 : 7 - 10
Rasul Paulus dalam tulisannya menyatakan bahwa justru karena ada kelemahanlah, beliau dapat mensyukuri berkat Tuhan dan membuat kelemahannya menjadi kekuatan di dalam Tuhan. Karena kelemahan ada untuk membuat manusia sadar bahwa kita memerlukan Tuhan dalam kehidupan kita.
Nah sekarang kita kembali ke catatan kecil kelemahan kita. Cobalah untuk menemukan kelebihan yang anda miliki dari kelemahan-kelemahan tersebut. Misalnya saya adalah orang yang tidak mudah akrab dengan orang yang baru saya kenal, namun kelebihan saya adalah dapat memahami orang dengan lebih mudah.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu kita memahami kelemahan dengan paradigma yang lain. Jangan lagi kita memandang kelemahan sebagai sesuatu yang harus dihindari, tetapi lebih sebagai pengingat bahwa kita juga memiliki kelebihan yang sudah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Dan supaya kita juga diingatkan bahwa Tuhanlah sumber kekuatan sejati bagi kita semua.
Syalom :)
Namun apakah selamanya begitu? Kelemahan = negatif?
Ketika mendengar nama Saulus, kesan apa yang anda dapatkan?
Kemudian ketika mendengar nama Paulus? Sosok seperti apakah yang anda bayangkan?
Contoh ini menggambarkan bahwa untuk orang yang sama saja, dengan nama yang berbeda, dapat membuat kesan yang berbeda pula. Sadarkah kita bahwa kita kadang tidak adil? Menghakimi sesuatu hanya dari satu sisi?
Sama halnya dengan cara kita memandang kelemahan. Adilkah ketika kita hanya melihat kelemahan sebagai sesuatu yang negatif? Dan yang lebih penting lagi, mampukah kita memandang kelemahan sebagai sesuatu yang positif?
Sekarang cobalah anda memikirkan kelemahan anda masing-masing. Catat dan renungkan, kita akan menggunkannya lagi nanti.
Marilah kita kembali ke kisah rasul Paulus, beliau memiliki sebuah nasehat yang sangat baik dalam hal memandang kelemahan kita. Mari kita buka alkitab kita pada 2 korintus 12 : 7 - 10
Rasul Paulus dalam tulisannya menyatakan bahwa justru karena ada kelemahanlah, beliau dapat mensyukuri berkat Tuhan dan membuat kelemahannya menjadi kekuatan di dalam Tuhan. Karena kelemahan ada untuk membuat manusia sadar bahwa kita memerlukan Tuhan dalam kehidupan kita.
Nah sekarang kita kembali ke catatan kecil kelemahan kita. Cobalah untuk menemukan kelebihan yang anda miliki dari kelemahan-kelemahan tersebut. Misalnya saya adalah orang yang tidak mudah akrab dengan orang yang baru saya kenal, namun kelebihan saya adalah dapat memahami orang dengan lebih mudah.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu kita memahami kelemahan dengan paradigma yang lain. Jangan lagi kita memandang kelemahan sebagai sesuatu yang harus dihindari, tetapi lebih sebagai pengingat bahwa kita juga memiliki kelebihan yang sudah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Dan supaya kita juga diingatkan bahwa Tuhanlah sumber kekuatan sejati bagi kita semua.
Syalom :)
Thursday, March 1, 2012
Kesadaran, Mengakui Kesalahan
Malam para pembaca sekalian. :)
Mari kita menyisihkan sedikit waktu untuk merenung. :)
Tema perenungan kali ini adalah "kesadaran."
Buka Alkitab yuk
2 Samuel 12 : 1 - 11
Cukup menarik masalah kesadaran yang dicontohkan dalam kisah Daud. Namun, sadarkah kita kalau mungkin kita seringkali bersikap sama seperti Daud? Disindir-sindir tapi tetep ga merasa salah. Ibarat gajah di depan mata tidak tampak, namun semut di ujung laut tampak.
Yang lalu biarlah berlalu. Kesalahan yang sudah terjadi tidak bisa dihapus. Yang lebih penting adalah bagaimana kita bersikap setelah berbuat kesalahan. :)
Mari kita sedikit melanjutkan bacaan kita ke ayat 13. Menarik kalau kita lihat, Daud segera memohon ampun kepada Tuhan. Bagaimana dengan kita?
Apakah kita mampu mengakui kesalahan kita? Ataukah justru kita malah ngeles? Cari-cari alasan? Atau yang lebih parah, apa kita malah melimpahkan kesalahan kita kepada orang lain?
Kecenderungan ini mungkin muncul dari sikap kita yang sentimen terhadap komentar yang negatif. Memang komentar negatif tidak mudah untuk diterima, namun yang perlu kita ambil adalah hal-hal yang bisa membangun diri kita. Kritik seringkali memang pedas, tapi sadarkah kita bila kritik juga dapat membangun diri kita?
Bayangkan bila kita selalu mendapatkan nilai 100 dari 100 saat ujian di sekolah, sekalipun jawaban kita tidak layak mendapatkan nilai 100 itu? Apakah kita akan berkembang? Saya pribadi meragukannya.
Yang perlu kita renungkan adalah : Tuhan dapat hadir dalam hal-hal yang tidak enak bagi kita sekalipun.
Ingatlah untuk menjaga integritas iman kita. Jangan menjual iman kita hanya karena dunia menentang kita.
Selamat malam. Tuhan memberkati. :)
Mari kita menyisihkan sedikit waktu untuk merenung. :)
Tema perenungan kali ini adalah "kesadaran."
Buka Alkitab yuk
2 Samuel 12 : 1 - 11
Cukup menarik masalah kesadaran yang dicontohkan dalam kisah Daud. Namun, sadarkah kita kalau mungkin kita seringkali bersikap sama seperti Daud? Disindir-sindir tapi tetep ga merasa salah. Ibarat gajah di depan mata tidak tampak, namun semut di ujung laut tampak.
Yang lalu biarlah berlalu. Kesalahan yang sudah terjadi tidak bisa dihapus. Yang lebih penting adalah bagaimana kita bersikap setelah berbuat kesalahan. :)
Mari kita sedikit melanjutkan bacaan kita ke ayat 13. Menarik kalau kita lihat, Daud segera memohon ampun kepada Tuhan. Bagaimana dengan kita?
Apakah kita mampu mengakui kesalahan kita? Ataukah justru kita malah ngeles? Cari-cari alasan? Atau yang lebih parah, apa kita malah melimpahkan kesalahan kita kepada orang lain?
Kecenderungan ini mungkin muncul dari sikap kita yang sentimen terhadap komentar yang negatif. Memang komentar negatif tidak mudah untuk diterima, namun yang perlu kita ambil adalah hal-hal yang bisa membangun diri kita. Kritik seringkali memang pedas, tapi sadarkah kita bila kritik juga dapat membangun diri kita?
Bayangkan bila kita selalu mendapatkan nilai 100 dari 100 saat ujian di sekolah, sekalipun jawaban kita tidak layak mendapatkan nilai 100 itu? Apakah kita akan berkembang? Saya pribadi meragukannya.
Yang perlu kita renungkan adalah : Tuhan dapat hadir dalam hal-hal yang tidak enak bagi kita sekalipun.
Ingatlah untuk menjaga integritas iman kita. Jangan menjual iman kita hanya karena dunia menentang kita.
Selamat malam. Tuhan memberkati. :)
Wednesday, February 1, 2012
Mediokritas = tulang keropos?
Selamat siang buat temen-temen pembaca sekalian. Siang ini mumpung laptop sudah kembali ke tangan, saya ingin berbagi pikiran dan hasil perenungan saya :)
Saya yakin kalau para pembaca sekalian pasti pernah berbuat baik kepada orang lain apapun bentuknya. Namun hal yang ingin saya bahas saat ini bukanlah bentuk dari perbuatan baik itu, namun mengapa kita melakukannya.
Kalau menurut ilmu fisika sih ada yang namanya hukum aksi-reaksi. Lalu di ilmu alkimia juga ada yang namanya hukum pertukaran setara. Bagi yang ingin lebih mendalami kedua hukum tersebut silahkan dicari sendiri, tapi pada intinya sih kedua hukum itu menyatakan hubungan timbal-balik, jika ingin sesuatu, harus melakukan atau mengorbankan sesuatu. Dan tanpa kita sadari seringkali kita menerapkan hal yang sama bagi orang-orang yang mengharapkan bantuan kita. Alias ngarep imbalan atau pamrih.
Emang sih klo kita terlalu baik nggak pernah minta apa-apa sebagai imbalan juga rasanya terlalu naif. Namun yang lebih penting lagi, sebenarnya kita itu ikhlas ga sih dalam membantu orang lain atau berbuat baik?
Ikhlas bukan berarti sama sekali tidak mengambil imbalan lho. Ikhlas itu menurutku sebenernya lebih mengarah kepada sikap kita memberi bantuan. Apakah kita sekedar berbuat tanpa kesungguhan hati ataukah kita memang melakukannya dengan dedikasi serta kesungguhan hati?
Nah di sini kita akan mulai membahas topik utama perenunganku. Kita itu berbuat baik sebenernya memang karena ingin dan tulus ataukah hanya karena kita diharuskan berbuat baik? Kita berbuat baik karena kepedulian kita ataukah karena ingin sekedar menghapus rasa bersalah dalam hati kita karena tidak pernah berbuat baik?
Tentu saja kemudian berbahaya bila kita memberi bantuan tanpa ketulusan dan kesungguhan hati, apalagi bila cuma ingin menghilangkan rasa bersalah. Ibaratnya bila kita seorang tukang bangunan, kita sedang membangun sebuah rumah tinggal untuk orang lain tapi tidak sepenuh hati, bagaimana jadinya?
Seperti yang sudah kubahas di atas, kita memang tidak perlu sampai nggak menerima imbalan apapun. Tapi paling tidak ketika kita akan melakukan sesuatu, apapun itu, lakukanlah dengan sepenuh hati. Karena pekerjaan yang dilakukan dengan setengah-setengah, dengan semangat mediokritas, akan menjadi seperti tulang yang keropos.
Emang sih klo kita terlalu baik nggak pernah minta apa-apa sebagai imbalan juga rasanya terlalu naif. Namun yang lebih penting lagi, sebenarnya kita itu ikhlas ga sih dalam membantu orang lain atau berbuat baik?
Ikhlas bukan berarti sama sekali tidak mengambil imbalan lho. Ikhlas itu menurutku sebenernya lebih mengarah kepada sikap kita memberi bantuan. Apakah kita sekedar berbuat tanpa kesungguhan hati ataukah kita memang melakukannya dengan dedikasi serta kesungguhan hati?
Nah di sini kita akan mulai membahas topik utama perenunganku. Kita itu berbuat baik sebenernya memang karena ingin dan tulus ataukah hanya karena kita diharuskan berbuat baik? Kita berbuat baik karena kepedulian kita ataukah karena ingin sekedar menghapus rasa bersalah dalam hati kita karena tidak pernah berbuat baik?
Tentu saja kemudian berbahaya bila kita memberi bantuan tanpa ketulusan dan kesungguhan hati, apalagi bila cuma ingin menghilangkan rasa bersalah. Ibaratnya bila kita seorang tukang bangunan, kita sedang membangun sebuah rumah tinggal untuk orang lain tapi tidak sepenuh hati, bagaimana jadinya?
Seperti yang sudah kubahas di atas, kita memang tidak perlu sampai nggak menerima imbalan apapun. Tapi paling tidak ketika kita akan melakukan sesuatu, apapun itu, lakukanlah dengan sepenuh hati. Karena pekerjaan yang dilakukan dengan setengah-setengah, dengan semangat mediokritas, akan menjadi seperti tulang yang keropos.
Friday, January 20, 2012
Bersukacita Dalam Pencobaan
Hmmmmm... kayanya kok susah ya? Lagi dapet cobaan kok disuruh bersukacita? Penasaran?
Yuk kita bahas dan renungkan bersama-sama :)
Siapa sih yang ga pernah mengalami pencobaan? Dari kecil aja kayanya pencobaan itu ada terus.... Mulai dari diusilin temen sampe nilai yang jelek. Dari dompet yang sudah kurus sampe perut keroncongan di akhir bulan. Kayanya wajar banget ya klo kita berkeluh kesah.. Malah udah wajar banget klo kita berduka dalam bentuk apa pun. Mulai dari menggalau sampe stroke (lho?)
Kalau sudah begitu, sadarkah kita bahwa kita sering kali malah menyalahkan Tuhan? "Tuhan, kenapa kau tega membiarkanku jomblo sekian puluh tahun?" "Tuhan, aku sudah belajar sampe 25 jam sehari tapi kok nilaiku merah semua begini?" Dan mungkin masih banyak lagi keluh kesah kita yang "menyalahkan" Tuhan. Kenapa kata menyalahkan saya beri tanda kutip? Karena mungkin kita tidak secara sadar dalam menyalahkan Tuhan.
Contohnya dalam dua kalimat di keluhan di atas, kayanya sih nggak menyalahkan Tuhan.. Tapi sadarkah kita klo secara implisit kita menganggap / menjudge bahwa Tuhan itu tidak adil? Untuk sedikit mengompori dan memperjelas mari kita sedikit berkhayal dengan sebuah masalah yang terbilang klasik. Anggap saja kita ini orang yang baik-baik, rajin bergereja, persepuluhan lancar, belajar tiap hari 24 jam aja masih mau nambah sejam lagi klo bisa. Tapi nasib kita? Udah ngejomblo puluhan tahun, duit ya pas... pas tengah bulan udah habis.. nilai ga usah ditanya lah... lebih merah daripada hidungnya Rudolph... Sementara orang yang kita tau jahatnya bukan main... setan aja kayanya harus pensiun klo dia besok udah mati... eh kok malah sukses dan hidupnya enak2 aja? Adil ga sih?
"Nggak adil pake banget!!!" Mungkin itulah yang terlintas dalam pikiran kita. Tapi apakah kita pernah berpikir? Bahwa Tuhan memakai orang2 seperti itu untuk mengingatkan kita? Agar bila pada saatnya nanti Tuhan melimpahkan berkatnya bagi kita, kita tidak gelap mata dan menjadi seperti orang yang jahat tadi?
Sebuah saran untuk teman-teman sekalian, jikalau suatu saat kita mengalami pencobaan, apapun bentuknya, jangan cepat2 menjudge Tuhan tidak adil dst. Cobalah merenung sejenak dan berefleksi, jangan-jangan kita mengalami pencobaan itu akibat dari tindakan atau perilaku kita sendiri?
Akhirnya saya akan menutup renungan ini dengan sebuah pepatah. Pernahkah teman-teman sekalian mendengar pepatah tentang tuts piano? Bunyinya demikian:
Life is like a piano
the white keys represent happiness
the black keys represent sadness
But when a song is being played
the black keys, they make music too
Hidup itu seperti sebuah piano
tuts berwarna putih melambangkan sukacita
tuts berwarna hitam melambangkan dukacita
Tapi ketika sebuah lagu dimainkan
tuts-tuts hitam itu, mereka juga turut memperindah lagu yang dimainkan
Pencobaan memang akan selalu membawa dukacita. Namun ingatlah teman-teman, jika suatu saat kita mengalami dukacita. Itu hanya berarti bahwa ada sukacita yang bisa dicari
Tetap bersemangat
Tetap berharap dalam Tuhan
Syalom :)
Yuk kita bahas dan renungkan bersama-sama :)
Siapa sih yang ga pernah mengalami pencobaan? Dari kecil aja kayanya pencobaan itu ada terus.... Mulai dari diusilin temen sampe nilai yang jelek. Dari dompet yang sudah kurus sampe perut keroncongan di akhir bulan. Kayanya wajar banget ya klo kita berkeluh kesah.. Malah udah wajar banget klo kita berduka dalam bentuk apa pun. Mulai dari menggalau sampe stroke (lho?)
Kalau sudah begitu, sadarkah kita bahwa kita sering kali malah menyalahkan Tuhan? "Tuhan, kenapa kau tega membiarkanku jomblo sekian puluh tahun?" "Tuhan, aku sudah belajar sampe 25 jam sehari tapi kok nilaiku merah semua begini?" Dan mungkin masih banyak lagi keluh kesah kita yang "menyalahkan" Tuhan. Kenapa kata menyalahkan saya beri tanda kutip? Karena mungkin kita tidak secara sadar dalam menyalahkan Tuhan.
Contohnya dalam dua kalimat di keluhan di atas, kayanya sih nggak menyalahkan Tuhan.. Tapi sadarkah kita klo secara implisit kita menganggap / menjudge bahwa Tuhan itu tidak adil? Untuk sedikit mengompori dan memperjelas mari kita sedikit berkhayal dengan sebuah masalah yang terbilang klasik. Anggap saja kita ini orang yang baik-baik, rajin bergereja, persepuluhan lancar, belajar tiap hari 24 jam aja masih mau nambah sejam lagi klo bisa. Tapi nasib kita? Udah ngejomblo puluhan tahun, duit ya pas... pas tengah bulan udah habis.. nilai ga usah ditanya lah... lebih merah daripada hidungnya Rudolph... Sementara orang yang kita tau jahatnya bukan main... setan aja kayanya harus pensiun klo dia besok udah mati... eh kok malah sukses dan hidupnya enak2 aja? Adil ga sih?
"Nggak adil pake banget!!!" Mungkin itulah yang terlintas dalam pikiran kita. Tapi apakah kita pernah berpikir? Bahwa Tuhan memakai orang2 seperti itu untuk mengingatkan kita? Agar bila pada saatnya nanti Tuhan melimpahkan berkatnya bagi kita, kita tidak gelap mata dan menjadi seperti orang yang jahat tadi?
Sebuah saran untuk teman-teman sekalian, jikalau suatu saat kita mengalami pencobaan, apapun bentuknya, jangan cepat2 menjudge Tuhan tidak adil dst. Cobalah merenung sejenak dan berefleksi, jangan-jangan kita mengalami pencobaan itu akibat dari tindakan atau perilaku kita sendiri?
Akhirnya saya akan menutup renungan ini dengan sebuah pepatah. Pernahkah teman-teman sekalian mendengar pepatah tentang tuts piano? Bunyinya demikian:
Life is like a piano
the white keys represent happiness
the black keys represent sadness
But when a song is being played
the black keys, they make music too
Hidup itu seperti sebuah piano
tuts berwarna putih melambangkan sukacita
tuts berwarna hitam melambangkan dukacita
Tapi ketika sebuah lagu dimainkan
tuts-tuts hitam itu, mereka juga turut memperindah lagu yang dimainkan
Pencobaan memang akan selalu membawa dukacita. Namun ingatlah teman-teman, jika suatu saat kita mengalami dukacita. Itu hanya berarti bahwa ada sukacita yang bisa dicari
Tetap bersemangat
Tetap berharap dalam Tuhan
Syalom :)
Subscribe to:
Posts (Atom)