Sunday, July 15, 2012

Murah Hati: Kepekaan Dilematis

Ketika mendengar kata murah hati apa yang terbayang dalam benak temen-teman sekalian? Orang yang suka mentraktir orang lain? Orang yang suka bersedekah? Orang yang suka menolong orang lain? Orang yang suka bagi-bagi berkat?

Bagaimana kalau kalimat-kalimat di atas sedikit diganti? Sebut saja bahwa orang yang murah hati itu adalah orang yang gampang dimanfaatkan. Waduh? Mulai pusing nih. Mau berbuat baik, bermurah hati, nolong orang, kok malah dibilang gampang dimanfaatkan?

Mari berpikir sedikit. Ketika orang yang kita bantu memang membutuhkan bantuan kita, bukannya hanya ingin ditolong karena malas, memang kita tidak bisa dibilang telah dimanfaatkan. Tetapi bagaimana kalau ternyata orang yang minta pertolongan itu hanya malas untuk melakukannya sendiri? "Sering-sering aja bung bantuin gue." Mungkin itulah yang ada dalam pikiran orang yang kita tolong.

Tapi kita kan nggak tau mana orang yang benar-benar butuh dan orang yang hanya malas. Memang sulit, tapi bukan mustahil, dan kuncinya adalah melatih kepekaan kita.

Apa hubungannya kepekaan dan mengetahui orang yang memang butuh bantuan? Segalanya! Ketika kita peka terhadap kondisi di sekeliling kita, tanpa berbicara sekalipun kita dapat mengetahui mana orang yang membutuhkan kita.

Tapi murah hati kan bukan cuma masalah menolong orang aja? Iya memang benar, murah hati bukan hanya masalah bantuan, tapi lebih dalam lagi, murah hati adalah sikap kita yang peka dan empatik terhadap kebutuhan orang lain. Dan tentu saja kebutuhan yang dimaksudkan di sini bukan hanya kebutuhan material, namun juga spiritual, dst.

Hal yang akan menjadi pokok renungan ini adalah bagaimana kita dapat menjadi murah hati. Bukan murah hati di mana kita membantu hanya sebagai "formalitas" maupun hanya karena takut atau diwajibkan. Namun murah hati di mana kita membantu seseorang atas dasar kepedulian dan empati kita. Dan oleh karena itu, kita harus melatih kepekaan kita.

Bayangkan ada seseorang yang sudah menjadi kaya raya setelah berjuang sedemikian keras dan sudah kenyang dengan kepahitan dunia. Kemudian ada seseorang miskin yang meminta bantuan kepadanya, tidak usah bilang 100 ribu, sebut saja ia hanya ingin pinjam 10 ribu untuk biaya makan sehari (di Jogja masih dapet). Kalau dipikir-pikir buat yang namanya orang kaya raya uang 10 ribu itu kan nggak seberapa. Tapi alih-alih memberi, sang orang kaya malah menceramahi si orang miskin untuk berusaha supaya bisa menjadi sekaya dirinya dan langsung ngeloyor tanpa memberikan uang sepeserpun.

Bagaimana perasaan teman-teman bila orang yang minta pinjaman itu adalah teman-teman sendiri? Kalau aku akan menggambarkan tindakan si orang kaya dengan ilustrasi berikut:

Ada seorang yang ingin bisa memancing (memancing ikan, bukan memancing masalah apalagi yang lain) mendatangi seseorang yang ahli memancing tanpa persiapan apa-apa (maklum masih pemula). Namun alih-alih memberi pancingan dan umpan serta mencontohkan cara memancing ikan, si ahli hanya memberi nasihat tentang bagaimana membuat pancingan serta umpan yang baik.

Pancingan sama umpannya sih dapet, tapi tetap saja orang itu nggak bisa memancing. Sama seperti kasus sebelumnya. Si orang miskin mungkin jadi paham kalau mau sukses harus kerja keras, tapi dia tidak mendapatkan sedikit uang untuk membeli makanan yang diperlukannya hari itu.

Boro-boro sukses, kemungkinan si peminta bisa mati kelaparan esoknya bahkan sebelum bisa memulai usaha dan bekerja keras. Ibarat ikan yang sudah dipancing, tidak dimakan tapi juga tidak dikembalikan lagi ke air. Mati sia-sia karena luka dari mata kail, tanpa arti.

Tapi teman-teman, kita juga tidak boleh membiarkan orang-orang seperti si orang kaya tadi. Kecenderungannya adalah mereka kurang peka terhadap orang lain, karena mereka sendiri tidak menerima perhatian yang cukup dari orang lain. Bukankah justru orang-orang seperti ini seharusnya kita tolong?

Bagaimana? Dilematis bukan? Siapa yang harus ditolong? Bagaimana menolongnya? Apakah layak mereka ditolong? Dan yang lebih penting lagi adalah, apakah kita mampu menolong mereka?

Bagaimana dan apa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas aku tidak bisa memberitahunya. Renungkanlah jawabannya dalam perjalanan hidup teman-teman. :)